Seiring dengan dilaksanakannya program otonomi daerah,
pada umumnya masyarakat mengharapkan adanya peningkatan kesejahteraan dalam
bentuk peningkatan mutu pelayanan masyarakat, partisipasi masyarakat yang lebih
luas dalam pengambilan kebijakan publik, yang sejauh ini hal tersebut kurang
mendapat perhatian dari pemerintahan pusat. Namun kenyataannya sejak
diterapkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Daerah sejak Januari 2001, belum menunjukkan perkembangan yang
signifikan bagi pemenuhan harapan masyarakat tersebut.
Dalam era transisi desentralisasi kewenangan itu telah
melahirkan berbagai penyimpangan kekuasaan atau korupsi, kolusi dan nepotisine
(KKN) termasuk didalamnya bidang politik di daerah, KKN yang paling menonjol
pasca otonomi daerah antara lain semakin merebaknya kasus-kasus politik uang
dalam pemilihan kepala daerah, anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD)
yang tidak memihak pada kesejahteraan rakyat banyak, penggemukan
instansi-instansi tertentu di daerah yang menimbulkan disalokasi anggaran, dan
meningkatkan pungutan-pungutan melalui peraturan-peraturan daerah (perda) yang
memberatkan masyarakat dan tidak kondusif bagi pengembangan dunia usaha di
daerah.
0 comments:
Post a Comment