Pendahuluan
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, terutama dalam teknologi percetakan maka semakin banyak informasi yang tersimpan di dalam buku. Pada semua jenjang pendidikan, kemampuan membaca menjadi skala prioritas yang harus dikuasai siswa. Dengan membaca siswa akan memperoleh berbagai informasi yang sebelumnya belum pernah didapatkan. Semakin banyak membaca semakin banyak pula informasi yang diperoleh. Oleh karena itu, membaca merupakan jendela dunia, siapa pun yang membuka jendela tersebut dapat melihat dan mengetahui segala sesuatu yang terjadi. Baik peristiwa yang terjadi pada masa lampau, sekarang, bahkan yang akan datang.
Banyak manfaat yang diperoleh dari kegiatan membaca. Oleh karena itu, sepantasnyalah siswa harus melakukannya atas dasar kebutuhan, bukan karena suatu paksaan. Jika siswa membaca atas dasar kebutuhan, maka ia akan mendapatkan segala informasi yang ia inginkan. Namun sebaliknya, jika siswa membaca atas dasar paksaan, maka informasi yang ia peroleh tidak akan maksimal.
Membaca merupakan kemampuan yang kompleks. Membaca bukanlah kegiatan memandangi lambang-lambang yang tertulis semata. Bermacam-macam kemampuan dikerahkan oleh seorang pembaca, agar dia mampu memahami materi yang dibacanya. Pembaca berupaya agar lambang-lambang yang dilihatnya itu menjadi lambang-lambang yang bermakna baginya.
Kegiatan membaca juga merupakan aktivitas berbahasa yang bersifat aktif reseptif. Dikatakan aktif, karena di dalam kegiatan membaca sesungguhnya terjadi interaksi antara pembaca dan penulisnya, dan dikatakan reseptif, karena si pembaca bertindak selaku penerima pesan dalam suatu korelasi komunikasi antara penulis dan pembaca yang bersifat langsung.
Bagi siswa, membaca tidak hanya berperan dalam menguasai bidang studi yang dipelajarinya saja. Namun membaca juga berperan dalam mengetahui berbagai macam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang. Melalui membaca, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat diketahui dan dipahami sebelum dapat diaplikasikan.
Membaca merupakan satu dari empat kemampuan bahasa pokok, dan merupakan satu bagian atau komponen dari komunikasi tulisan1.
Adapun kemampuan bahasa pokok atau keterampilan berbahasa dalam kurikulum di sekolah mencakup empat segi, yaitu :
a. Keterampilan menyimak/mendengarkan (Listening Skills)
b. Keterampilan berbicara (Speaking Skills)
c. Keterampilan membaca (Reading Skills)
d. Keterampilan Menulis (Writing Skills)2
Empat keterampilan berbahasa tersebut memiliki keterkaitan yang sangat erat satu sama lain, dan saling berkorelasi. Seorang bayi pada tahap awal, ia hanya dapat mendengar, dan menyimak apa yang di katakan orang di sekitarnya. Kemudian karena seringnya mendengar dan menyimak secara berangsur ia akan menirukan suara atau kata-kata yang didengarnya dengan belajar berbicara. Setelah memasuki usia sekolah, ia akan belajar membaca mulai dari mengenal huruf sampai merangkai huruf-huruf tersebut menjadi sebuah kata bahkan menjadi sebuah kalimat. Kemudian ia akan mulai belajar menulis huruf, kata, dan kalimat.
Keterampilan berbahasa berkorelasi dengan proses-proses berpikir yang mendasari bahasa. sehingga ada sebuah ungkapan, “bahasa seseorang mencerminkan pikirannya”. Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas jalan pikirannya.
Kegiatan membaca perlu dibiasakan sejak dini, yakni mulai dari anak mengenal huruf. Jadikanlah kegiatan membaca sebagai suatu kebutuhan dan menjadi hal yang menyenangkan bagi siswa. Membaca dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja asalkan ada keinginan, semangat, dan motivasi. Jika hal ini terwujud, diharapkan membaca dapat menjadi bagian dari kehidupan yang tidak dapat dipisahkan seperti sebuah slogan yang mengatakan “tiada hari tanpa membaca”.
Tentunya ini memerlukan ketekunan dan latihan yang berkesinambungan untuk melatih kebiasaan membaca agar kemampuan membaca, khususnya membaca pemahaman dapat dicapai. Kemampuan membaca ialah kecepatan membaca dan pemahaman isi secara keseluruhan3.
Keluhan tentang rendahnya kebiasaan membaca dan kemampuan membaca di tingkat Sekolah Menengah Tingkat Atas (SMA), tidak bisa dikatakan sebagai kelalaian guru pada sekolah yang bersangkutan. Namun hal ini harus dikembalikan lagi pada pembiasaan membaca ketika siswa masih kecil. Peranan orang tualah yang lebih dominan dalam membentuk kebiasaan membaca anak. Bagaimana mungkin seorang anak memiliki kebiasaan membaca yang tinggi sedangkan orang tuanya tidak pernah memberikan contoh dan mengarahkan anaknya agar terbiasa membaca. Karena seorang anak akan lebih tertarik dan termotivasi melakukan sesuatu kalau disertai dengan pemberian contoh, bukan hanya sekedar teori atau memberi tahu saja. Ketika anak memasuki usia sekolah, barulah guru memiliki peran dalam mengembangkan minat baca yang kemudian dapat meningkatkan kebiasaan membaca siswa. Dengan demikian, orang tua dan guru sama-sama memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk dan meningkatkan kebiasaan membaca anak.
Kenyataan menunjukkan soal-soal Ujian Akhir Sekolah (UAS) sebagian besar menuntut pemahaman siswa dalam mencari dan menentukan pikiran pokok, kalimat utama, membaca grafik, alur/plot, amanat, setting, dan sebagainya. Tanpa kemampuan membaca pemahaman yang tinggi, mustahil siswa dapat menjawab soal-soal tersebut. Di sinilah peran penting membaca pemahaman untuk menentukan jawaban yang benar. Belum lagi dengan adanya standar nilai kelulusan, hal ini memicu guru bahasa Indonesia khususnya untuk dapat mencapai target nilai tersebut.
Inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengadakan penelitian guna mengetahui bagaimana kebiasaan membaca dan pemahaman siswa di Sekolah Menengah Tingkat Atas. Penulis akan menuangkannya dalam skripsi ini dengan judul “Korelasi Antara Kebiasaan Membaca dengan Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa Kelas XI SMA Taman Islam Cibungbulang Bogor”.
Banyak manfaat yang diperoleh dari kegiatan membaca. Oleh karena itu, sepantasnyalah siswa harus melakukannya atas dasar kebutuhan, bukan karena suatu paksaan. Jika siswa membaca atas dasar kebutuhan, maka ia akan mendapatkan segala informasi yang ia inginkan. Namun sebaliknya, jika siswa membaca atas dasar paksaan, maka informasi yang ia peroleh tidak akan maksimal.
Membaca merupakan kemampuan yang kompleks. Membaca bukanlah kegiatan memandangi lambang-lambang yang tertulis semata. Bermacam-macam kemampuan dikerahkan oleh seorang pembaca, agar dia mampu memahami materi yang dibacanya. Pembaca berupaya agar lambang-lambang yang dilihatnya itu menjadi lambang-lambang yang bermakna baginya.
Kegiatan membaca juga merupakan aktivitas berbahasa yang bersifat aktif reseptif. Dikatakan aktif, karena di dalam kegiatan membaca sesungguhnya terjadi interaksi antara pembaca dan penulisnya, dan dikatakan reseptif, karena si pembaca bertindak selaku penerima pesan dalam suatu korelasi komunikasi antara penulis dan pembaca yang bersifat langsung.
Bagi siswa, membaca tidak hanya berperan dalam menguasai bidang studi yang dipelajarinya saja. Namun membaca juga berperan dalam mengetahui berbagai macam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang. Melalui membaca, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat diketahui dan dipahami sebelum dapat diaplikasikan.
Membaca merupakan satu dari empat kemampuan bahasa pokok, dan merupakan satu bagian atau komponen dari komunikasi tulisan1.
Adapun kemampuan bahasa pokok atau keterampilan berbahasa dalam kurikulum di sekolah mencakup empat segi, yaitu :
a. Keterampilan menyimak/mendengarkan (Listening Skills)
b. Keterampilan berbicara (Speaking Skills)
c. Keterampilan membaca (Reading Skills)
d. Keterampilan Menulis (Writing Skills)2
Empat keterampilan berbahasa tersebut memiliki keterkaitan yang sangat erat satu sama lain, dan saling berkorelasi. Seorang bayi pada tahap awal, ia hanya dapat mendengar, dan menyimak apa yang di katakan orang di sekitarnya. Kemudian karena seringnya mendengar dan menyimak secara berangsur ia akan menirukan suara atau kata-kata yang didengarnya dengan belajar berbicara. Setelah memasuki usia sekolah, ia akan belajar membaca mulai dari mengenal huruf sampai merangkai huruf-huruf tersebut menjadi sebuah kata bahkan menjadi sebuah kalimat. Kemudian ia akan mulai belajar menulis huruf, kata, dan kalimat.
Keterampilan berbahasa berkorelasi dengan proses-proses berpikir yang mendasari bahasa. sehingga ada sebuah ungkapan, “bahasa seseorang mencerminkan pikirannya”. Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas jalan pikirannya.
Kegiatan membaca perlu dibiasakan sejak dini, yakni mulai dari anak mengenal huruf. Jadikanlah kegiatan membaca sebagai suatu kebutuhan dan menjadi hal yang menyenangkan bagi siswa. Membaca dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja asalkan ada keinginan, semangat, dan motivasi. Jika hal ini terwujud, diharapkan membaca dapat menjadi bagian dari kehidupan yang tidak dapat dipisahkan seperti sebuah slogan yang mengatakan “tiada hari tanpa membaca”.
Tentunya ini memerlukan ketekunan dan latihan yang berkesinambungan untuk melatih kebiasaan membaca agar kemampuan membaca, khususnya membaca pemahaman dapat dicapai. Kemampuan membaca ialah kecepatan membaca dan pemahaman isi secara keseluruhan3.
Keluhan tentang rendahnya kebiasaan membaca dan kemampuan membaca di tingkat Sekolah Menengah Tingkat Atas (SMA), tidak bisa dikatakan sebagai kelalaian guru pada sekolah yang bersangkutan. Namun hal ini harus dikembalikan lagi pada pembiasaan membaca ketika siswa masih kecil. Peranan orang tualah yang lebih dominan dalam membentuk kebiasaan membaca anak. Bagaimana mungkin seorang anak memiliki kebiasaan membaca yang tinggi sedangkan orang tuanya tidak pernah memberikan contoh dan mengarahkan anaknya agar terbiasa membaca. Karena seorang anak akan lebih tertarik dan termotivasi melakukan sesuatu kalau disertai dengan pemberian contoh, bukan hanya sekedar teori atau memberi tahu saja. Ketika anak memasuki usia sekolah, barulah guru memiliki peran dalam mengembangkan minat baca yang kemudian dapat meningkatkan kebiasaan membaca siswa. Dengan demikian, orang tua dan guru sama-sama memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk dan meningkatkan kebiasaan membaca anak.
Kenyataan menunjukkan soal-soal Ujian Akhir Sekolah (UAS) sebagian besar menuntut pemahaman siswa dalam mencari dan menentukan pikiran pokok, kalimat utama, membaca grafik, alur/plot, amanat, setting, dan sebagainya. Tanpa kemampuan membaca pemahaman yang tinggi, mustahil siswa dapat menjawab soal-soal tersebut. Di sinilah peran penting membaca pemahaman untuk menentukan jawaban yang benar. Belum lagi dengan adanya standar nilai kelulusan, hal ini memicu guru bahasa Indonesia khususnya untuk dapat mencapai target nilai tersebut.
Inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengadakan penelitian guna mengetahui bagaimana kebiasaan membaca dan pemahaman siswa di Sekolah Menengah Tingkat Atas. Penulis akan menuangkannya dalam skripsi ini dengan judul “Korelasi Antara Kebiasaan Membaca dengan Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa Kelas XI SMA Taman Islam Cibungbulang Bogor”.
Identifikasi Masalah
0 comments:
Post a Comment